TIMIKA | Amnesty International Indonesia menanggapi beredarnya video penyiksaan warga asli Papua di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah yang melibatkan anggota TNI.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyinggung pernyataan bantahan Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Izak Pangemanan terkait video penyiksaan yang beredar luas.
Sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya, Pangdam menyebut bahwa Satgas Yonif Rider 300/Braja Wijaya yang bertugas di Kabupaten Puncak memiliki hubungan baik dengan masyarakat. Sehingga menurutnya bahwa tidak benar adanya penyiksaan terhadap warga sipil.
“Itu tidak benar. Selama Satgas Yonif 300 bertugas di Ilaga, hubungan mereka dengan masyarakat sangat baik. Tidak pernah ada keluhan perilaku keras terhadap masyarakat,” kata Pangdam yang dikonfirmasi di Jayapura pada Jumat, 22 Maret 2024.
Pangdam bahkan menduga video itu merupakan editan, lantaran semua anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang ditangkap oleh TNI telah diserahkan ke pihak kepolisian dalam keadaan baik.
“Semua yang tertangkap (KKB) diserahkan ke Polisi dalam keadaan baik. Kemungkinan video itu hasil edit dan manipulasi gambar,” kata Pangdam.
Usman Hamid menilai pernyataan Pangdam Cenderawasih terkesan menutupi peristiwa penyiksaan yang telah terjadi.
“Bantahan Pangdam Cenderawasih adalah contoh pernyataan yang terkesan menutupi. Reaksi ini bisa membuat bawahan merasa dilindungi atasan saat terlibat kejahatan,” kata Usman dalam siaran pers yang dikeluarkan Amnesty International Indonesia, Sabtu (23/3/2024).
Kejadian ini, kata Usman, adalah penyiksaan kejam yang merusak naluri keadilan serta menginjak-injak perikemanusiaan yang adil dan beradab.
“Tidak seorangpun di dunia ini, termasuk di Papua, boleh diperlakukan tidak manusiawi dan merendahkan martabat, apalagi sampai menimbulkan hilangnya nyawa,” katanya.
Dengan begitu, pernyataan-pernyataan petinggi TNI dan pejabat pemerintah lainnya soal pendekatan kemanusiaan maupun kesejahteraan akan menjadi tidak ada artinya sama sekali, diabaikan oleh aparat di lapangan.
“Tindakan itu bisa terulang karena selama ini tidak ada penghukuman atas anggota yang terbukti melakukan kejahatan,” tegasnya.
Amnesty International Indonesia pun mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh. Kemudian mengharuskan adanya refleksi tajam atas penempatan pasukan keamanan di Tanah Papua yang selama ini telah menimbulkan jatuhnya korban, baik orang asli Papua, non Papua, termasuk aparat keamanan sendiri.
Amnesty International Indonesia pada 21 Maret 2024 menerima video berisi tindakan penyiksaan terhadap warga asli Papua di Kabupaten Puncak. Di dalam video tersebut, ada seorang warga asli Papua sedang mengalami penyiksaan dalam keadaan kedua tangan diikat dari belakang, dimasukkan ke dalam drum berisi air. Bahkan kepala korban berulang kali dipukuli dan ditendangi secara kejam oleh para pelaku yang bertubuh tegap, berkaos dan berambut cepak, salah satunya memakai kaos hijau bertuliskan angka 300.
Para penyiksa yang memukuli dan menendangi korban secara bergantian, juga mengatakan ujaran kasar dan bernada rasis, “Angkat muka, angkat muka, angkat muka, anjing, bangsat!” Kemudian seorang lagi berkata kepada rekannya yang sedang memukul korban, “Gantian, gantian, sabar dulu.” Ada juga yang berkata, “Jangan main tangan”.
Video berdurasi 16 detik tersebut disebar tanpa mengungkapkan identitas korban dan tidak dicantumkan waktu dan lokasi kejadian. Sumber-sumber kredibel Amnesty menyatakan bahwa korban adalah warga asli Papua atau orang asli Papua (OAP).
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis
1 Komentar
Pembunuhan petugas dan rakyat sipil oleh KKB tidak dipermasalahkan. Komnas HAM dimana?
Apakah Komnas HAM alat propaganda politik dan kepentingan pihak asing?