Oleh: Dekthon
Tahun 2045, Indonesia Emas hanya tinggal dua dekade lagi. Di tengah pembahasan tentang bonus demografi dan potensi Indonesia menjadi kekuatan ekonomi dunia, pernahkah kau bertanya: “Mengapa suara dan kemauanmu seolah tak terdengar dalam setiap kebijakan yang justru akan menentukan masa depanmu di masa keemasan yang dimaksud itu?” Setiap hari, keputusan-keputusan besar diambil atas namamu-dari pendidikan hingga lingkungan hidup-namun ironisnya, generasi yang akan memimpin di era keemasan tersebut justru sering merasa asing dari proses pembuatannya. Bayangkan, sebuah perjalanan menuju 2045, di mana kau adalah protagonis utama, tetapi skenario dan alur ceritanya ditentukan oleh orang lain. Akankah kau terus membiarkan masa keemasanmu dirajut oleh tangan-tangan yang bahkan tak kau kenal?
Keterlibatan anak muda dalam politik bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan untuk menciptakan perubahan nyata bagi masa depan Bangsa. Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia (2023), hanya 45% pemilih muda yang aktif mengikuti perkembangan politik nasional. Padahal, data KPU menunjukkan bahwa pemilih muda usia 17-35 tahun mencakup 52,67% dari total pemilih di Indonesia. Meski mendominasi jumlah pemilih, keterlibatan mereka dalam politik tetap rendah.
Anak muda memiliki peran strategis dalam menentukan masa depan Bangsa, karena keterlibatan politik memungkinkan mereka menyuarakan kepentingan dan aspirasi dalam kebijakan publik. Dengan memahami dan terlibat dalam politik, mereka dapat memastikan keputusan yang diambil sesuai dengan kebutuhan mereka di masa mendatang. Seperti yang dinyatakan oleh Rocky Gerung, “Politik bukan soal kekuasaan, tapi tentang bagaimana anak muda mengambil peran dalam menentukan masa depan mereka sendiri”. Dengan kata lain, generasi muda yang abai terhadap politik seolah menyerahkan masa depan mereka pada kepentingan segelintir orang. Partisipasi aktif anak muda menjadi fondasi penting untuk membangun demokrasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Kebijakan politik memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan kita, dari pendidikan hingga lapangan kerja. Survei LSI Denny JA (2023) menunjukkan bahwa 73% anak muda menyadari dampak langsung kebijakan politik terhadap kehidupan mereka, terutama dalam hal pendidikan dan lapangan kerja. Namun, meski menyadari dampak politik yang besar, hanya 38% dari mereka yang aktif terlibat dalam pengambilan keputusan politik di tingkat lokal. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kesadaran akan dampak politik dan tindakan nyata dalam partisipasi. “Ketika anak muda menyadari bahwa setiap kebijakan politik-mulai dari harga BBM hingga biaya kuliah-berdampak pada kehidupan mereka,” ujar Fahri Hamzah, “mereka akan melihat bahwa politik bukan sekadar urusan jauh dari keseharian”. Ini menggarisbawahi bahwa politik bukanlah ranah yang abstrak, melainkan instrumen yang memengaruhi kehidupan anak muda secara langsung. Untuk itu, agar kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan generasi muda, mereka harus terlibat secara aktif.
Meskipun banyak anak muda menyadari pentingnya politik, kenyataannya terdapat banyak tantangan dalam partisipasi mereka. Riset CSIS (2023) menunjukkan bahwa 62% pemilih muda merasa apatis terhadap proses politik karena ketidakpercayaan pada sistem yang ada. Data dari Puskapol UI juga mencatat bahwa keterwakilan anak muda di parlemen hanya mencapai 7,8% dari total anggota legislatif. Hal ini memperlihatkan adanya kesenjangan besar antara jumlah pemilih muda dan representasi mereka di institusi politik. Najwa Shihab dalam program Mata Najwa menyampaikan bahwa, “Apatisme politik di kalangan anak muda adalah kemunduran demokrasi. Kita butuh lebih banyak anak muda yang berani masuk ke arena politik untuk membawa perubahan, bukan menjauhinya”. Ketika anak muda tidak terlibat, mereka secara tidak langsung menyerahkan keputusan-keputusan penting masa depan mereka kepada generasi yang lebih tua. Untuk itu, dibutuhkan upaya nyata agar anak muda lebih percaya pada sistem politik dan merasa terwakili di dalamnya, dengan cara yang lebih inklusif dan progresif.
Anak muda memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan sosial yang efektif. Penelitian LIPI (2023) menunjukkan bahwa 82% dari gerakan sosial yang berhasil mendorong perubahan kebijakan dipimpin oleh anak muda berusia 20-35 tahun. Indonesia juga berada di peringkat ke-23 dari 181 negara dalam partisipasi politik pemuda, menurut Global Youth Development Index, yang menunjukkan pencapaian positif. Budiman Sudjatmiko, seorang aktivis dan politikus, menekankan bahwa “Anak muda adalah motor penggerak perubahan. Setiap transformasi besar selalu dimulai dari keberanian pemuda untuk turun ke arena politik dan menyuarakan perubahan”. Hal ini menunjukkan bahwa-ini dari kamu dan untuk kamu. Keterlibatan anak muda bukan hanya tentang menambah angka partisipasi, tetapi menjadi energi penggerak bagi transformasi sosial yang lebih besar. Ketika anak muda memasuki politik, mereka membawa perspektif segar dan ide-ide baru yang bisa menjawab tantangan lokal dan global, seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan sosial. Inilah saatnya anak muda tidak hanya melihat perubahan dari luar, tetapi menjadi bagian dari perubahan itu sendiri.
Dalam proses pembangunan menuju Indonesia Emas 2045, kebijakan yang diambil hari ini akan menentukan seberapa kuat dan inklusif Negara ini di masa depan. Namun, untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut berpihak pada rakyat banyak, anak muda tidak bisa lagi berada di luar proses politik. Tidak cukup hanya dengan menjadi pemilih, anak muda harus terlibat lebih dalam, menyuarakan aspirasi, dan mendorong perubahan yang lebih konkret. Menurut data Badan Pusat Statistik (2023), 64% kebijakan publik yang berpihak pada rakyat diinisiasi oleh kelompok usia muda. Partisipasi aktif dalam politik bukan sekadar hak, tetapi juga tanggung jawab moral anak muda untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan penting yang memengaruhi kehidupan mereka di masa depan diambil dengan sebaik-baiknya. Seperti yang dikatakan oleh Yenny Wahid, “Masa depan Indonesia ada di tangan generasi muda,” karena hanya dengan keterlibatan yang nyata, generasi muda dapat memastikan bahwa Bangsa ini berkembang sesuai dengan harapan mereka.
Namun, kesempatan untuk berperan aktif dalam politik bukanlah hal yang datang dengan sendirinya. Anak muda harus berani mengubah pola pikir dan mengatasi ketidakpedulian yang masih meluas di kalangan mereka. Banyak yang merasa apatis terhadap politik karena ketidakpercayaan pada sistem yang ada, atau karena merasa bahwa suara mereka tak akan didengar. Padahal, sejarah telah menunjukkan bahwa perubahan besar di Indonesia selalu dipelopori oleh anak muda yang berani berjuang untuk masa depan yang lebih baik. Ketika anak muda mengambil langkah pertama untuk berpartisipasi dalam politik, mereka bukan hanya menjadi bagian dari proses perubahan, tetapi mereka juga akan menjadi agen utama yang mampu menggali potensi Bangsa, mendorong kebijakan yang berpihak pada keadilan sosial, dan menyelesaikan masalah-masalah besar seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan sosial, dan kemiskinan. Oleh karena itu, bukan lagi saatnya untuk menunggu perubahan, tetapi saatnya bagi generasi muda untuk menjadi pelaku utama dalam membentuk Indonesia yang lebih baik. Jika anak muda Indonesia berani bertindak, mereka bukan hanya berkontribusi untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk keberlanjutan demokrasi yang lebih responsif dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan menghasilkan Indonesia Emas 2045 yang benar-benar berdaya saing dan berkeadilan.
Penulis adalah juara pertama lomba karya tulis opini untuk seluruh anak muda di Kabupaten Mimika.
- Tag :
- Opini
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis