TIMIKA | Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Mimika mengadakan rapat evaluasi penyaluran bantuan sosial (Bansos) bersama dengan PT Pos Indonesia (Kantor Pos Mimika) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Kamis (9/3/2023), di Kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Plt Kepala Dinas Sosial, Andarias Nauw, menyebutkan bahwa rapat digelar untuk mengetahui kendala yang dihadapi pihak Kantor Pos dan BRI sebagai penyalur bantuan.
“Kita evaluasi juga hasil kinerja yang sudah dilakukan pada 2022 lalu, kira-kira kendalanya apa. Dalam rapat ini mari kita bicara untuk mengantisipasi (kendala) pelayanan kepada masyarakat tahun ini dan kedepan,” ujarnya.
Andarias mengatakan tugas Pemerintah Daerah adalah memastikan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk bantuan sosial dapat disalurkan tepat sasaran.
“Kita harus seragamkan (peran dan pandangan), teman-teman yang dipercayakan dari Pemerintah Pusat seperti apa untuk mencegah dan menetralisir kendala yang dihadapi mulai tahap awal hingga akhir tahun 2023,” katanya.
Pembahasan dalam rapat ini juga berkaitan dengan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dimana Pemerintah berperan sebagai pengawas berdasarkan petunjuk dari Kementerian Sosial. Selain itu, Pemerintah Daerah bertanggungjawab penuh untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
“Jadi program sembako ini bukan masyarakat terima sembako, tetapi dalam bentuk uang sebesar Rp600.000,” kata Andarias.
Ia mengungkapkan bahwa ada keluhan yang masuk kepada pihaknya. Yaitu, ada masyarakat yang menerima bantuan tetapi tidak sesuai dengan nilai seharusnya.
“Jadi masyarakat yang dekat bisa langsung terima di Kantor Pos, tetapi ada juga diantar, tetapi yang diterima beda dengan yang diterima di Kantor Pos,” ungkapnya.
Menurut Andarias, rapat ini dilakukan agar tidak terjadi praktek pemotongan bantuan sosial di masyarakat.
“Maka kita perlu bahas bagaimana mekanisme penyaluran. Kalau orang terima Rp100 ribu di Kantor Pos Mimika, orang di Potowaiburu juga menerima nilai yang sama,” tegasnya.
“Kita bukan bermaksud mencurigai orang, tetapi ini untuk kepentingan masyarakat,” imbuhnya.
Dalam penyampaiannya Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Mimika, Paulus Dumais, menegaskan bahwa kejadian pemotongan dana bantuan sosial tidak boleh terjadi.
“Kalau Rp100 ribu di kota berarti Rp100 ribu juga di kampung, kalau sampai ada kekurangan itu tidak boleh terjadi,” tegasnya.
Penyaluran bantuan sosial menurut Paulus, harus tegas. Jika memang perlu pendampingan dari distrik, maka wajib distrik mendampingi sampai uang diterima langsung oleh masyarakat dan utuh.
Sementara Kepala Kantor PT Pos Indonesia Cabang Mimika, Junaidi Nur mengatakan, ada tiga bantuan sosial yang disalurkan oleh pihaknya pada 2022. Pertama adalah BPNT senilai Rp200.000 per bulan dan disalurkan per tiga bulan sekali atau total Rp600.000 per triwulan.
“Disela penyaluran bantuan tersebut ada BLT minyak goreng senilai Rp150.000 per bulan, yang hanya berlangsung dua bulan, disalurkan setiap dua bulan jadi total Rp300.000, kemudian ada lagi BLT BBM,” katanya.
Kendati demikian, menurut Juna, BLT BBM dan minyak goreng hanya diberikan berdasarkan kebijakan Pemerintah Pusat.
“Jadi BLT minyak goreng dan BBM ini bersifat adaptif, tidak selamanya ada. Yang pasti itu cuma BNPT tadi, senilai Rp600.000. Kedua BLT tadi hanya ada di tahap kedua, ketiga dan keempat bansos,” terangnya.
Jika dihitung, maka per Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menerima sebesar Rp900.000 per triwulannya.
“Semua penerima bansos mendapat BLT BBM, tetapi tidak semua penerima BLT BBM menerima bansos. Jadi ada yang hanya menerima Rp300.000, itu juga berdasarkan data Kementerian,” paparnya.
Juna menyebut kendala yang dihadapi pihaknya adalah menyampaikan perbedaan nilai bantuan sosial kepada masyarakat. Tetapi, Juna juga menyebut bahwa selama penyaluran tahun 2022 masyarakat bisa mengerti dan menerimanya.
Kendala selanjutnya adalah berkaitan dengan penyaluran bantuan sosial tersebut. Juna memaparkan ada tiga mekanisme penyaluran yang dilakukan, yakni pengantaran langsung untuk KPM yang sakit, pengambilan secara langsung, dan pembayaran di komunitas atau pembayaran di lokasi yang telah disepakati, contoh di kantor distrik.
“Khusus Papua dan Papua Barat terdapat ada tambahan, melalui pembayaran kolektif. Kebetulan saya bawa suratnya dari Kemensos langsung, disitu dijelaskan dilakukan musyawarah terlebih dahulu yang dihadiri oleh dinas terkait, danramil, kadistrik, maupun kepala suku, pendeta untuk memilih tokoh yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran secara kolektif tersebut, dengan dilengkapi berita acara hasil musyawarah,” paparnya.
Juna mengungkapkan metode pembayaran kolektif dilakukan khusus untuk wilayah pesisir dan pegunungan yang masyarakatnya tidak bisa ke Kantor Pos, dan itu hanya berlaku di Papua dan Papua Barat.
Diberlakukan seperti itu lantaran dipengaruhi oleh tiga faktor, yang pertama adalah kondisi alam, kedua adalah data, karena tidak semua masyarakat pesisir dan pegunungan mendapat bantuan. Ketiga adalah keamanan.
“Karena data nama yang tidak sesuai sehingga petugas bisa saja pergi tapi tidak bisa pulang,” ucapnya.
Juna mengeluhkan akibat data yang tidak lengkap dan ter-update, maka penerima bantuan tidak berubah setiap tahunnya.
Soal penyaluran Juna menyebut pihaknya diberikan dana penyaluran sebesar Rp250 juta per tahapan.
“Kami berharap ada kerjasama dengan Pemerintah, contohnya beberapa waktu lalu kami numpang perahu di Pemerintah, jadi itu sangat membantu penyaluran, karena biaya 250 juta setahun, ini tidak akan cukup untuk di Mimika ini,” ungkapnya.
Kesimpulan rapat tersebut menurut Asisten I Setda Mimika, Kantor Pos bisa bekerjasama dengan OPD terkait untuk penyaluran, kemudian mengajukan bantuan penyaluran kepada Pemkab Mimika atau Bupati Mimika melalui dinas sosial.
“Jadi Dinas Sosial bisa mengajukan nantinya ke Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) jika penyaluran ini sangatlah penting,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis