Khusus untuk komoditas tembaga, menurutnya banyak produsen yang berhenti berproduksi. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19. Sementara permintaan terus naik seiring dengan kebutuhan untuk kendaraan listrik.
“Demand tembaga terus naik seiring peningkatan produksi kendaraan listrik dan renewable power plants yang menggunakan tembaga 4-5 kali lipat, dibanding kendaraan dan pembangkit konvensional,” ungkapnya.
Perlu diketahui, dikutip dari CNBCIndonesia.com,
harga tembaga selama dua bulan terakhir ini terus menunjukkan peningkatan. Bahkan, pada awal Mei, tepatnya 6 Mei 2021, harga tembaga di London Metal Exchange (LME) menembus level US$ 10.000 per metrik ton (MT), tepatnya US$ 10.025 per MT dan terus naik, bahkan pada 13 Mei pekan lalu sempat menyentuh US$ 10.253,5 per MT, meski pada 14 Mei harus turun ke level US$ 10.212 per MT.
Bahkan, harga tembaga ini digadang-gadang berpotensi bisa menyentuh US$ 20.000 per MT di 2025, berdasarkan analisis Bank of America (BofA), seperti dilansir dari CNBC International.
Kenaikan harga tembaga ini bisa mendatangkan keuntungan bagi Indonesia sebagai produsen dan pengekspor tembaga, salah satunya PT Freeport Indonesia.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis