Nelson Wanimbo, seorang pemuda yang sangat ramah dan sopan. Kesan itu yang dirasakan Jurnalis Seputarpapua.com ketika menghubungi Nelson untuk wawancara.
Nelson Wanimbo, adalah pemuda asli Papua penjual roti bakar di Sentani, Kabupaten Jayapura. Ia sangat lihai memainkan spatula dan meracik roti bakar amat lezat dengan berbagai varian rasa mulai coklat, nanas, strawberry, kacang, keju, dan perpaduan rasa lainnya.
Nelson Wanimbo kepada Seputarpapua.com bercerita mengenai perjuangannya membangun usaha roti bakar yang diberi nama ‘Rot-bar Kompak’.
Pemuda asal Wamena ini menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Hom-Hom Wamena, kemudian lanjut ke SMP Negeri 1 Wamena. Memasuki SMA, Nelson memilih berangkat ke Sentani dan lanjut bersekolah di SMK Negeri 1 Sentani. Ia lalu menyelesaikan kuliahnya pada Jurusan Teknik Elektrik di Universitas Pancasila, Jakarta.
Setelah kuliah, Nelson kembali ke Jayapura. Di sana dia tidak memiliki aktivitas pekerjaan yang membuatnya jenuh. “Saya tidak bisa tinggal-tinggal begini saja, harus bisa berbuat sesuatu,” kata Nelson.
Pria kelahiran Wamena 15 Maret 1991 ini akhirnya mencoba melihat peluang, sebab menurutnya untuk terjun ke dunia usaha di Jayapura masih memiliki peluang yang sangat luas.
Sempat memiliki ide untuk berjualan nasi kuning. Namun Nelson memperhitungkan mengenai tenaga yang dibutuhkan, memasaknya, dan waktu.
“Kalau nasi kuning hanya saya saja yang kerja, belanja lalu masak, lama-lama bisa pingsan ini,” celetuknya sembari tertawa.
Suatu sore, Nelson berjalan sore sembari memikirkan usaha apa yang cocok untuk dirinya yang juga menjawab kebutuhan masyarakat setempat. Akhirnya, matanya tertuju pada usaha roti bakar yang menurutnya mudah untuk ditekuni.
“Pas lihat roti bakar, sepertinya ini gampang, rotinya orang sudah buat, ada pabriknya semua sudah tersedia tinggal kita pergi ambil saja. Akhirnya saya mulai dekati abang-abang yang jualan roti bakar, terus bertanya mengenai gerobak satu set harganya berapa, rotinya bisa diambil dimana, dan sebagainya,” kata Nelson.
Saat itu, Nelson bertemu dengan salah satu pedagang roti bakar yang juga berprofesi sebagai seorang guru, yang aktivitas pagi hari menjadi guru, sorenya ia menjual roti bakar. Nelson terinspirasi dengan sosok guru tersebut yang berjualan di pinggir Jalan Kehiran, Sentani.
“Saya akhirnya mulai dekati dia (guru) hampir dua bulan lebih sama-sama dengan dia, jadi setiap sore datang duduk temani dia sampai dia selesai jualan, menyimpan saya juga bantu dia menyimpan baru pulang,” ujarnya.
Melihat kemauan dari Nelson, guru tersebut akhirnya memberikan kesempatan kepada Nelson untuk memegang spatula, mengajarkan dia membakar roti, dan meraciknya menjadi roti bakar yang enak. Guru tersebut memberikan ruang untuknya berlajar dan mendukungnya menjadi mandiri.
“Puji Tuhan habis belajar sama pak guru, akhirnya saya minta pamit sama pak guru itu, saya bilang pak guru terimakasih untuk semuanya, saya permisi lagi, saya lagi mau cari gerobak sendiri,” cerita Nelson.
Membangun usaha ternyata tidaklah mudah, membutuhkan modal yang besar. Keinginan untuk memiliki satu gerobak saja, Nelson harus berjuang untuk mendapatkannya. Pasalnya harga gerobak jualan tersebut sangat mahal berkisar 7 jutaan rupiah untuk gerobak kayu, sementara yang besi lebih mahal lagi.
Belum lagi alat panggang, spatula dan peralatan lainnya tentu membutuhkan modal yang besar.
Empat bulan sejak Januari hingga April 2021 ia berjuang untuk mendapatkan satu gerobak dengan cara mencicil.
“Saya berjuang, akhirnya mampu kasih keluar satu gerobak dan itupun saya cicil sampai saya gadai HP untuk kasih keluar gerobak,” kenang Nelson.
Nelson berjuang agar tahun 2021 ia sudah bisa membuka usaha rotinya. Hal ini karena ia mengejar peluang melalui perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 lalu.
Namun, ia baru memiliki gerobak pada Bulan April, sementara peralatan lainnya juga belum ia lengkapi.
“Karena tidak ada dana jadi saya mulai cicil-cicil lagi untuk kasih lengkap, butuh waktu lama lagi, tapi saya bersyukur sekali punya banyak teman, bangga sekali, mereka dukung, ada yang bantu saya satu dua peralatan,” ungkap Nelson.
10 bulan ia berjuang untuk melengkapi peralatan mendukung usaha jualannya. Sayangnya, ia tidak bisa berjualan saat perhelatan PON.
“Jadi pas barang-barang semua lengkap, PON juga selesai. Aduh, saya padahal tujuan kejar PON sempat saya kecewa juga tapi ternyata luar biasa Tuhan dahsyat, Tuhan baik,” kata Nelson.
Namun, tidak menyurutkan semangatnya, ia memberanikan diri untuk membuka usaha roti bakar pada Bulan Oktober 2021 di jalan Pos 7, Sentani.
“Jadi ini sudah masuk satu tahun saya jualan roti,” kata Nelson.
Nelson sangat membuka diri bagi siapa saja anak Papua yang ingin bergabung dan belajar membuat usaha. Seiring berjalannya waktu, banyak anak muda Papua yang mulai tertarik dan datang sekedar berkunjung, membeli, juga meminta untuk diajarkan cara membuat roti bakar.
“Saya sangat terbuka skali karena motto saya itu kita sudah diberkati harus memberkati yang lain. Ini kesempatan kita sesama orang Papua yang berjualan jadi teman-teman yang mau bergabung yang punya niat sama dengan saya mau terjun ke dunia usaha. Tidak apa-apa saya buka kesempatan, ayo silahkan,” ujarnya.
Memang ada yang bertahan untuk belajar membuat usaha, namun ada pula yang belum serius dan tidak kembali lagi untuk belajar. Namun, ada juga yang benar-benar serius dan akhirnya diberikan kepercayaan oleh Nelson untuk menangani usaha tersebut.
“Puji Tuhan dia serius ada adek laki-laki namanya Emison Yikwa, dia masih sekolah datang dari Wamena jadi saya ajak dia sambil sekolah sambil membantu mengembangkan usaha roti bakar akhirnya saya kasih kepercayaan dia yang handel semua di Pos 7, karena kami mulai buka cabang lagi,” ujarnya.
Nelson akhirnya memutuskan untuk membuka satu cabang roti bakar lagi di daerah Waena tepatnya di depan Asrama Mimika yang kini sudah berjalan hampir dua bulan.
Ia meyakini berkat Tuhan mengalir melalui semangatnya untuk membuka lapangan pekerjaan bagi anak Papua yang lain. Ia akhirnya kini memiliki lima rekan yang membantunya dalam usaha roti bakar. Mereka semua adalah anak asli Papua yang ingin berkembang.
Tempat usahanya di Pos7 ia beri kepercayaan kepada Emison Yikwa, Ediel Magayang dan Riyan Wenda. Sementara di Waena yang turut membantu Nelson ada Meli dan Orlince Uwaga.
Satu bungkus roti bakar ia jual dengan harga paling murah Rp20 ribu.
“Saya jual murah saja, tidak apa-apa kita untung seribu dua ribu yang penting kita punya barang bisa terputar terus,” katanya.
Upaya Nelson membuka cabang membawa dampak bagi usahanya, mulai pukul 18.00-23.00 WIT di Waena 50-60 roti bisa habis terjual, sementara di Pos 7 sekitar 30-35 roti habis dalam semalam.
Jika semalam Nelson menghabiskan 95 roti bakar dari dua cabang, ia bisa menghasilkan Rp1,9 juta untuk nantinya diputar kembali membeli bahan, gaji karyawan, keuntungan dan lainnya. Jika konsisten berjualan, dalam seminggu bisa meraup Rp11,4 juta, dan sebulan Rp45 jutaan.
Dari hasil ini, Nelson bisa membantu tim yang membantunya berjualan. Satu contoh, Nelson membantu Emison Yikwa mewujudkan keinginannya memiliki HP Android yang bagus untuk menunjang pendidikannya.
“Itu ceritanya waktu awal sama-sama bantu, hp-nya masih hp jadul, sudah begitu baterainya harus diikat pakai karet, aduh pokoknya begitu sudah. Baru anak-anak sekarang kan kalau sekolah harus ada WA group, semua kan teknologi. Jadi kalau baterainya lepas, sudah hp-nya mati tidak dapat informasi,” kisahnya.
Satu hari, ia mengajak Emison jalan-jalan ke konter HP dan membelikan HP Android untuknya.
“Jadi puji Tuhan saya bersyukur sekali jualan berapa bulan, sudah langsung ajak dia ke konter saya bilang adik ini berkat sedikit ini bukan hasil saya sendiri tapi kita semua bersama dan ini hasil kerja keras kita. Adik dia senang skali. Tujuan usaha yang saya buka ini untuk bisa bawa berkat bagi orang lain,” cerita Nelson.
Anak dari Alm. Drs Robert Wanimbo dan Almh. Detty Gombo ini memiliki komitmen bahwa selagi masih hidup, manusia tidak tau kapan akan pergi menghadap sang khalik. Sehingga selagi masih diberi nafas, bagaimana hidup bisa berguna bagi orang lain.
“Saya sangat bersyukur sekali meskipun kadang teman-teman yang bantu saya, saya secara pribadi belum bisa kasih yang sempurna tapi saya berusaha seribu dua ribu untuk bisa bantu mereka. Saya bersyukur skali secara pribadi,” ungkap Nelson.
Nelson yang saat ini selain berjualan roti bakar, juga masuk dalam organisasi yang bergerak dalam literasi pendidikan di Papua ini memberikan beberapa pesan kepada anak asli Papua.
Menurutnya, anak asli Papua harus bisa mengembangkan potensi, talenta yang Tuhan sudah berikan, pergunakan talenta tersebut untuk menjadi berkat bagi banyak orang.
“Jangan pernah gengsi, jadi turunkan gengsi tingkatkan ko punya potensi supaya bisa berkembang. Justru kalau kita gengsi, kita bisa jadi miskin di atas kita punya tanah sendiri,” kata Nelson.
Kata Nelson, selama usaha atau pekerjaan yang diemban halal, pasti bisa menjadi berkat.
“Jadi jangan pernah gengsi selama itu halal, untuk apa malu, kitong lihat mama-mama di pinggir jalan dorang tidak malu duduk dari pagi, siang kena matahari, sampai sore dorang tidak malu hanya untuk cari seribu dua ribu terus kita anak muda apakah harus jaga gengsi,” kata dia.
Ia mengajak anak muda Papua agar memanfaatkan masa muda sebaik mungkin sebab apa yang dilakukan saat ini bisa menentukan masa depan semua anak Papua ke depan.
“Jadi kalau hari ini kita main-main yah masa depan juga akan demikian jadi selama masih fresh, sehat, kuat, gunakan masa muda menjadi berkat buat keluarga, juga untuk semua masyarakat Papua,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis