TIMIKA | Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) di Timika sudah menerapkan proses belajar mengajar (PBM) tatap muka meski sekolah lain masih melakukan pembelajaran secara daring atau online di tengah pandemi Covid-19.
Kebijakan pembelajaran tatap muka ini mendapat apresiasi Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob yang disampaikan dalam arahannya saat menjadi Inspektur Upacara, Senin (30/8/2021).
SATP merupakan sekolah yang dibina oleh Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme Kamoro (YPMAK), selaku pengelola dana kemitraan dari PT Freeport Indonesia.
SATP adalah sekolah berpola asrama yang mendidik dan membina anak-anak asli Papua asal suku Amungme dan Kamoro, serta lima suku kekerabatan lainnya.
“Tadi saya datang dengan Direktur YPMAK dilakukan penjemputan yang luar biasa dan disambut drum band yang semuanya anak-anak Papua. Serta dengan protokol kesehatan (prokes) sangat ketat,” kata Wabup.
Karenanya, dirinya sangat mengapresiasi upaya dari SATP yang sudah melaksanakan PBM secara tatap muka. Tentu saja, menurutnya, kebijakan sekolah ini sudah dilakukan pertimbangan dan pelaksanaan prokes yang ketat.
Wabup Mimika mengapresiasi SATP sebab merupakan satu-satunya sekolah di Timika yang sudah menerapkan pembelajaran tatap muka, tentu dengan kesiapan prokes yang matang.
“Ini membuktikan SATP betul-betul mejaga prokes. Tadi kita semua tahu, sebelum masuk asrama harus di-rapid antigen atau genous. Serta setiap tiga hari sekali, karyawan dilakukan pemeriksaan. Dengan demikian, sekolah sangat menerapkan prokes ketat, demi menjaga anak-anak ini belajar di asrama dan sekolah dengan baik,” tuturnya.
Wabup berharap kepada siswa-siswi di SATP untuk belajar dengan baik, agar kedepannya bisa menjadi pemimpin di daerahnya. Baik kelak menjadi bupati, ketua DPRD, dan pejabat lainnya. Kunci untuk mencapai itu adalah belajar dan bersikap dengan baik, serta mengikuti aturan sekolah.
“Kalian harus bersyukur karena sudah menikmati fasilitas yang ada. Tidak seperti kita dulu yang apa adanya. Karenanya, dari fasilitas itu harus dimanfaatkan untuk kedepannya lebih baik,” tutupnya.
Keputusan Bersama
Sementara Direktur YPMAK Vebian Magal mengatakan, untuk pembelajaran tatap muka ini merupakan keputusan bersama. Dimana keputusan ini berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat kurang disiplin untuk mengantisipasi penyakit berbahaya Covid-19 ini.
“Ditambah lagi, pada saat libur anak-anak ini mengikuti orang tua dan tidak disiplin. Yang pada akhirnya bisa memunculkan klaster baru, apabila kembali ke SATP,” katanya.
Karenanya, untuk menghindari hal tersebut perlu dilakukan penutupan total, dengan anak-anak tetap berada di asrama tidak diperbolehkan untuk pulang. Sementara guru yang di luar mengajar secara online.
Lanjutnya, dengan demikian anak-anak tetap ke sekolah dengan pendampingan dari guru yang ada di dalam, untuk melakukan pembelajaran secara online.
“Inilah yang membedakan pembelajaran tatap muka di SATP dibandingkan di luar. Karenanya, penerapan pembelajaran dengan basis teknologi ini sangat membantu disaat pandemic,” ujarnya.
Temukan Model Deteksi dan Pencegahan Dini
Sedangkan Kepala Perwakilan Yayasan Pendidikan Lokon Timika, Andreas Ndityomas mengatakan, siswa-siswi di SATP ini berasal dari pesisir dan pegunungan. Dimana, untuk wilayah pesisir harus ditempuh dengan transportasi air yang memakan waktu, dan bisa adanya hal-hal yang tidak diinginkan.
Begitu juga dengan wilayah pegunungan (Jila, Hoya, Aroanop, dan lainnya) harus ditempuh melalui jalur udara. Dimana semua mengetahui, besaran biaya untuk naik pesawat yang cukup mahal.
“Seleksi untuk bisa sekolah disini memakan waktu cukup lama. Nah, apakah kita harus kembalikan mereka. Kalau itu dilakukan, maka terputuslah proses pembelajaran yang ada dan ini sangat disayangkan,” katanya.
“Karenanya, YPMAK dan Yayasan Pendidikan Lokon memutuskan bahwa SATP merupakan rumah belajar bagi mereka. Olehnya, anak-anak di karantina total tidak boleh keluar sama sekali,” sambung dia.
Menyangkut karyawan SATP, Andreas menjelaskan, sejak 1 tahun enam bulan pertama melakukan lockdown di 2020 sampai awal 2021.
Namun setelah menemukan model bagaimana menjaga prokes, dan bagaimana mendeteksi secara teratur dan dini terhadap karyawan yang keluar, ditambah pihaknya memiliki target zero Covid-19 di SATP, maka dilakukan disiplin yang tinggi.
Disiplin ini meliputi setiap tiga hari mereka yang dari luar dan masuk ke SATP harus dideteksi melalui genous. Apabila reaktif, maka dilakukan pemeriksaan antigen dan PCR. Namun pengalaman selama ini, sejak Juni sampai sekarang negatif.
“Jadi untuk yang keluar masuk SATP harus dilakukan pemeriksaan. Itu dilakukan sebagai kewajiban dalam menjaga anak-anak bebas Covid-19. Serta demi pendidikan yang bermutu, guna meningkatkan SDM anak-anak asli Amungme dan Kamoro, serta 5 suku kekerabatan,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis