TIMIKA | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan Bupati Toraja Utara Yohanis Bassang sebagai saksi kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Mimika, Papua Tengah.
Kepala Bagian Pemberitaan KPKÂ Ali Fikri mengatakan, Yohanis Bassang sedianya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (14/10/2022) hari ini.
“Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jalan Kuningan Persada Kavling 4, Setiabudi, Jakarta Selatan,” kata Ali melalui pesan instan, Jumat.
Bassang dimintai keterangannya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tahap 1 tahun anggaran 2015, sekaligus melengkapi berkas penyidikan tersangka Bupati Mimika Eltinus Omaleng.
Bassang ketika itu menjabat Wakil Bupati Mimika mendampingi Eltinus Omaleng, setelah pasangan yang dikenal dengan nama OmBas (Omaleng-Bassang) terpilih untuk periode 2014-2019.
“(Pemeriksaan saksi) atas nama Yohanis Bassang, Bupati Toraja Utara,” jelas Ali Fikri.
KPK sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yakni Bupati Mimika Eltinus Omaleng (EO), Direktur PT Waringin Megah (WM) Teguh Anggara (TA), dan Kabag Kesra Setda Mimika Marthen Sawy (MS).
Deputi Penindakan KPK, Karyoto, mengatakan perbuatan melawan hukum dalam perkara ini bermula pada 2014 ketika EO terpilih menjadi Bupati Mimika periode 2014-2019.
“EO mengeluarkan kebijakan di antaranya mengajukan penyelenggaraan dana hibah pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Wartsing,” kata dia.
Tim anggaran Pemkab Mimika atas perintah EO kemudian memasukkan anggaran hibah pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp65 miliar dalam APBD tahun 2014.
“EO yang masih menjadi Komisaris PT. NKJ kemudian membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat di depan lokasi akan dibangunnya gereja Kingmi Mile 32,” ucapnya.
Pada tahun 2015, lanjut Karyoto, guna mempercepat proses pembangunan, EO kemudian menawarkan proyek ini kepada tersangka TA dengan kesepakatan pembagian fee 10 persen dari nilai proyek.
“Dimana EO mendapat bagian 7 persen dan TA mendapat 3 persen,” ungkapnya.
Selain itu, agar proses lelang dapat dikondisikan, EO sengaja mengangkat tersangka MS sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) padahal dia ketahui bahwa MS tidak memiliki kompetensi di bidang konstruksi bangunan.
“EO juga memerintahkan MS untuk memenangkan TA. Jadi MS sebagai PPK memenangkan perusahaan milik TA sebagai pemenang proyek, walaupun kegiatan lelang belum diumumkan,” sebutnya.
Setelah proses lelang dikondisikan, MS dan TA melaksanakan penandatanganan kontrak pembangunan gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak sebesar Rp46 miliar.
Untuk pelaksanaan pekerjaan, TA kemudian mensupkontrakkan seluruh pekerjaan pembangunan gedung gereja ke beberapa perusahaan berbeda. Salah satunya PT KPPN tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika.
“Namun hal ini juga diketahui oleh EO,” ungkap Karyoto.
PT KPPN, sebut dia, kemudian menggunakan dan menyewa peralatan PT NKJ, dimana EO masih tetap menjabat sebagai Komisaris di PT NKJ tersebut.
Dalam perjalanannya, pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya pekerjaan kurang volume. Padahal pembayaran pekerjaan telah dilakukan.
“Seluruh perbuatan tersangka bertentangan dengan Perpres No 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,” katanya.
Akibat perbuatan para tersangka menimbulkan kerugian negara sebesar Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar.
“Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis