Pemkab Mimika Akan Membentuk Tahura Mangrove

Pemkab Mimika Akan Membentuk Tahura Mangrove
LOKAKARYA- Kegiatan lokakarya inisiatif pembentukan tahura mangrove Mimika yang dibuka secara langsung oleh Sekda Mimika Ausilius You

TIMIKA I Sebagai upaya pengelolaan kawasan hutan mangrove yang berkelanjutan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika akan membentuk taman hutan raya (tahura) mangrove Mimika. Sebagai langkah away dilakukan lokakarya inisiatif pembentukan Tahura mangrove Mimika untuk membangun kesepahaman semua pihak terhadap rencana pengelolaan kawasan ekosistem mangrove.

Tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Rencananya tahura nantinya akan dilakukan di Kekwa, Distrik Mimika Timur Tengah.

Sekda Mimika, Ausilius You mengatakan, kawasan hutan mangrove atau hutan mangi-mangi Mimika memiliki luas kira-kira 300 ribu hektar di sepanjang garis pantai 340 km di Kabupaten Mimika dan   merupakan merupakan aset dunia. Secara umum memiliki potensi sebagai pusat kajian pengembangan ilmu pengetahuan dan kawasan pengembangan ekowisata.

Dan secara fisik berperan sangat penting dalam melindungi pesisir Mimika dari badai dan banjir, menjaga sistem hidrologi, menjaga garis pantai, serta mengurangi kecepatan abrasi, berkontribusi terhadap kesehatan dan sanitasi lingkungan, khususnya baku mutu udara dan tanah.

“Secara biotik kawasan mangrove berperan penting sebagai habitat berkembang biak keanekaragaman hayati, flora, fauna, spesies kunci dan langka,” kata Sekda dalam sambutannya pada pembukaan lokakarya pembentukan tahura  mangrove Mimika di ruang pertemuan Hotel Grand Tembaga, Selasa (12/9/17).

Sekda menambahkan, secara budaya menjadi sumber pemenuhan kebutuhan ekonomi, pangan berharga dan bernilai komersial sehingga mendukung mata pencaharian masyarakat setempat. Mangrove juga dianggap sebagai kawasan lindung adat yang mencirikan identitas budaya suku Kamoro. Namun dengan  ditetapkannya  UU no 23 tahun 2014  tentang pemerintahan  daerah, telah menarik  kewenangan kehutanan di tingkat kabupaten ke tingkat provinsi. Sehingga kabupaten hanya diberikan kewenangan mengelola  taman hutan rakyat (tahura).

“Dengan perubahan regulasi dan berdasarkan karakteristik ekosistem mangrove Mimika, perlu dipikirkan strategi pengelolaan kawasannya, agar berkelanjutan dan mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat adat dan pemerintah daerah Mimika,”tuturnya..

Sementara Koordinator USAID Lestari Lorentz Lowland, Dendy Sofyandy mengatakan, USAID Lestari mendukung pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca, melestarikan keanekaragaman hayati di ekosistem hutan dan mangrove yang bernilai secara biologis kaya akan biologis.

 Lanskap Lestari Lorentz Lowland mencakup kawasan rawa pesisir Mimika -Asmat seluas 605 ribu hektar hutan mangrove dan lebih dari 2,5 juta hektar hutan rawa.

“Hutan mangrove di Mimika menyimpan Keanekaragaman Hayati tertinggi di dunia. Dimana memiliki 50 spesies mangrove asli dan 350 spesies lepas pantai,”jelasnya.

Kata dia, dengan kondisi tersebut, maka di Mimika terbentuk kelompok kerja mangrove daerah (KKMD). Dan dengan terbentuknya KKMD ini  diharapkan dapat menghasilkan dokumen strategi daerah pengelolaan ekosistem mangrove yang menjadi acuan dalam pengelolaan jangka panjang.

“Regulasi tentang hutan mangrove ini penting, mengingat meningkatnya ancaman yang dihadapi. Sehingga pengelolaan ekosistem mangrove ini perlu dilakukan untuk memastikan kestabilan ekologis dan kehidupan masyarakat,”ungkapnya.(mjo/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *