Begini Cara Mencegah Kejahatan di Era Keuangan Digital

Ilustrasi
Ilustrasi

TIMIKA | Era digital sekarang membawa banyak manfaat dan kemudahan bagi manusia, khususnya bagi keuangan dan perekonomian. Dari kondisi tersebut, Indonesia sekarang berada di Top 10 perekonomian negara.

Namun demikian, berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa per Januari 2021 dari 260 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia, yang melek internet sebanyak 220 juta jiwa. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2019 yang hanya 132 juta jiwa.

Ini menunjukkan bahwa di era keuangan digital, masyarakat sangat terbantu dengan beberapa hal karena sifatnya yang dinamis. Terlebih lagi, masyarakat memiliki prilaku konsumen mudah, cepat, dan nyaman.

“Namun demikian, hal tersebut kalau tidak dikejar dengan literasi, maka akan menimbulkan banyak masalah di masyarakat. Khususnya menyangkut penyalahgunaan data, yang dikarenakan kurangnya literasi dan ketidaksiapan masyarakat,” kata Direktur Liiterasi dan Edukasi Keuangan OJK Horas VM Tarihoran dalam webinar Workshop literasi keuangan digital perbankan bersama media anggota AMSI  via daring, Jumat (19/08/2022) lalu.

Kata Horas, literasi keuangan digital akan memudahkan seseorang mengakses produk dan layanan jasa keuangan. Dimana, dalam jangka panjang diperkirakan semua transaksi keuangan akan beralih ke teknologi digital dan menuju cashless transactions.

Untuk itu, sejak saat ini semua sudah harus mempersiapkan diri dengan kemampuan literasi digital yang mumpuni.

“Dengan kemampuan literasi keuangan digital yang memadai, membuat hidup seseorang semakin nyaman, karena semua transaksi keuangan menjadi mudah,” ujarnya.

Sementara pada kesempatan yang sama Pemimpin Divisi Manajemen Risiko Bank BNI Rayendra Minarsa Goenawan menyebut, ada dua kejahatan umum yang terjadi di digital perbankan, yakni skimming dan social engineering (soceng).

Skimming sendiri merupakan suatu tindakan pencurian data informasi kartu debit dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada magnetic stripe kartu debit secara ilegal.

Data yang sudah dicuri kemudian dipindahkan ke kartu palsu (counterfeit), lalu kartu palsu tersebut digunakan oleh pelaku untuk transaksi tarik tunai melalui atm, transaksi belanja melalui mesin EDC, transfer melalui VA atau antar bank.

Sementara Social Engineering (Soceng) Adalah teknik untuk mendapatkan data dan informasi dengan cara mempengaruhi pikiran seseorang dengan memanipulasi psikologis dan emosional melalui suara, gambar atau tulisan yang persuasif dan meyakinkan.

“Nah ini biasanya terjadi di era digital keuangan dan harus diwaspadai,” katanya.

Lebih jauh Rayendra menjelaskan, modus-modus untuk kejahatan Skimming ada beberapa.

Pertama, Konvensional, dimana pelaku memasang perangkat keras (hardware) berupa bezel palsu yang sudah dilengkapi dengan baterai, memory card dan Card reader di bagian mulut ATM untuk mencuri data kartu.

Kedua Deep Insert Skimmer, Pelaku memasang perangkat keras (hardware) berupa plat tipis kedalam modul card reader yang sudah dilengkapi dengan Card reader, Baterai dan Memory card untuk mencuri data kartu.

Ketiga adalah, Router, yakni pelaku memasang perangkat keras (hardware) berupa router yang sudah dilengkapi wifi dengan melepas kabel jaringan komunikasi (jarkom) dari mesin ATM yang terhubung ke host BNI dan disambungkan kembali kabel jaringan tersebut melalui router pelaku.

“Yang terakhir adalah menggunakan Hidden Kamera, dimana pelaku memasang perangkat keras (hardware) berupa Hidden Camera dibagian/sekitar mesin ATM yang tidak terlihat oleh nasabah untuk mencuri data PIN ATM,” jelasnya.

Sementara untuk modus Soceng sendiri, pelaku akan mencari informasi siapa yang akan dijadikan target eksploitasi. Kemudian membangun hubungan dan komunikasi dengan target. Baik membangun hubungan pertemanan, pekerjaan, ataupun persaudaraan bahkan membangun hubungan emosional dengan berbagai media komunikasi.

Selanjutnya, pelaku akan memanfaatkan faktor psikologis dan emosional target dengan berbagai cara. Dapat berupa kabar gembira ataupun ancaman, untuk mendapatkan informasi sensitif, seperti password ataupun akun pada bank ataupun sistem keamanan.

“Kalau itu sudah dilakukan, maka pelaku melakukan eksekusi untuk melengkapisiklus social engineering tersebut,” terangnya.

Oleh itu, dalam kesempatan ini dirinya ingin mengimbau kepada nasabah perbankan untuk selalu menjaga informasi pribadi yang bersifat rahasia, seperti identitas diri, nomor ponsel, nomor rekening, user ID, password, PIN dan OTP transaksi.

Kemudian, Lengkapi Deivice (HP, PC, Laptop) dengan anti virus dan tidak menggunakan Wifi public dalam melakukan transaksi.

Mendaftarkan email atau SMS notifikasi transaksi, dan lakukan updating data kepada pihak Bank apabila terdapat perubahan data. Hindari melakukan transaksi melalui web yang tidak dikenal maupun pada merchant e commerce yang tidak mengimplementasikan 3d secure. Serta tidak memberikan/meminjamkan kartu kredit/Debit kepada siapapun.

“Terakhir, segera hubungi Call Center Bank apabila kartu hilang, dicuri, data kartu diketahui oleh pihak lain,” ungkapnya.

 

penulis : Mujiono
editor : Aditra

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *