TIMIKA | Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Wilayah Papua menduga pembantaian terhadap pekerja pembangunan Tower Palaparing Timur Telematika di Distrik Beoga, Puncak Papua, pada Rabu (2/3/2022) dilakukan kelompok sipil bersenjata dari kelompok Aibon Kogeya.
Kepala Komnas HAM Perwakilan Wilayah Papua, Frits Ramandey mengatakan, pasca mendapat informasi tersebut, ia kemudian bekomunikasi dengan kelompok sipil bersenjata yang berada di Intan Jaya.
“Mereka mengaku memang dilakukan kelompok sipil bersenjata dibawah pimpinan Aibon Kogeya,” kata Frits di Timika, Jumat (4/3/2022).
Frits mengungkapkan, ada dua alasan yang menjadi motif pembataian pekerja tower tersebut.
Pertama, aksi itu dilakukan ini sebagai protes atas rencana Blok Wabu. Mereka menuduh pembangunan tower ini dalam rangka menjadi sentra komunikasi untuk percepatan pembangunan Blok Wabu.
Terkait Blok Wabu, Frits mengungkapkan sudah menelan banyak korban baik dari masyarakat sipil maupuan personel TNI Polri.
Untuk itu, Komnas HAM mendesak otoritas yang mempunyai kewenangan harus memberikan pernyataan tentang keberadaan Blok Wabu.
“Jadi harus segera ada klarifikasi tentang rencana kehadiran Blok Wabu,” tutur Frits.
Kedua, lanjut Frits, diduga pembantaian terhadap pekerja Tower merupakan balas dendam atas pembantaian sejumlah anak beberapa waktu lalu di Puncak.
Akan tetapi, dari perspektif Hak Asasi Manusia, Frits tegaskan, tindakan pembantaian para pekerja ini tidak bisa dibenarkan.
Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia karena mereka melakukan pembantaian terhadap kelompok sipil.
“Tentu ini tindakan yang tidak dibenarkan dan karena itu, harus ditentang oleh semua pihak. Atas nama kemanusiaan, ini harus ditentang. Tidak bisa ini dibenarkan, begitu,” tutur Frits.
Frits juga meminta aparat keamanan segera melakukan upaya pengendalian, terutama dalam evakuasi korban dari tempat kejadian.
“Pengendalian dalam bentuk mengambil korban yang masih hidup untuk diminta keterangan, lalu jenazah mereka harus dibawa pulang dengan keluarganya untuk disemayamkan dan dimakamkan secara baik,” tutur Frits.
Frits bahkan mengakui, sepanjang pengalaman Komnas HAM menangani rantai kekerasan yang sudah puluhan tahun terjadi di Papua, petinggi-petinggi kelompok bersenjata ini juga tidak membenarkan adanya tindakan kekerasan terjadi di Tanah Papua.
“Kami punya pengalaman, saya sudah berjumpa dengan empat panglima kelompok sipil bersenjata rata-rata mereka semua menolak adanya tindakan kekerasan,” kata Frits.
Sehingga menurut Frits, jika ada anak buah dari para petinggi kelompok sipil bersenjata yang melakukan pembantaian semacam itu, maka dapat disebut sebagai tindakan kriminal yang tentunya bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dan ini merupakan kejahatan kemanusiaan.
“Saya ingatkan, kejahatan kemanusiaan itu tidak akan mendapat tempat di seluruh mekanisme Hak Aasi Manusia. Karena itu, kelompok ini kita ingatkan untuk hentikan cara-cara yang tidak manusiawi seperti ini,” pungkas Frits.
Frits menambahkan, ata nama kemanusiaan, Komnas HAM menyampaikan turut berdukacita yang mendalam terhadap para karyawan yang dibantai secara tidak manusiawi ini.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis