Refleksi Peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia: Masyarakat Adat Hanyalah Komoditas Politik Presiden Jokowi
Di hari peringatan masyarakat adat sedunia tanggal 9 Agustus 2020, pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat di Indonesia tak ubahnya madu-madu transaksi politik yang tak kunjung membuahkan hasil.
RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang sempat menyandang status prioritas dalam proses legislasi nasional masih terbengkalai. Sementara nasib jutaan masyarakat adat mulai dari Sigapiton, Badui, Sumba, Papua dan lainnya tengah berhadap-hadapan dengan rencana pembangunan yang mengancam ruang hidup mereka.
Kantor Hukum dan HAM Lokataru menyebut RUU MHA sendiri seperti isu HAM lainnya, kerap jadi ‘alat tukar’ suara menjelang pemilihan kepala daerah, ataupun pemilihan umum.
“Janji presiden Jokowi untuk mengesahkan beleid tersebut selalu muncul di awal tahun pemerintahannya bak poster kampanye,” demikian disebut dalam catatan yang dikirim Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, kepada Seputarpapua.com, Senin (10/8).
Ada pun serangkaian proses legislasi RUU MHA di tingkat nasional:
– 2013: Pertama kali masuk Prolegnas DPR RI – tindak lanjutnya pembentukan Panitia Khusus (Pansus) RUU MHA
– 2014: Kembali masuk dalam Prolegnas dengan status ‘luncuran’
– 2015 – 2017: Tidak berjalan atau tidak ada agenda
– 2018: Draft RUU MHA rampung di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI – tindak lanjutnya:
1. Draft disampaikan ke Presiden melalui Surat No. LG/03105/DPR-RI/2018
2. Terbit Surpres No. B-186/M.Sesneg/D-1.HK.00.03/03/2018 tentang Pembentukan Tim Pemerintah untuk Membahas RUU MHA Bersama DPR RI, terdiri dari Kemendagri, KLHK, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kemendes/PDT, Kemenkumham
3. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) diserahkan ke Sesneg.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis