Tausiyah Gus Miftah Ajak Ribuan Umat Muslim Merauke Rawat Toleransi

Gus Miftah saat menyampaikan tausiyah dihadapan ribuan umat muslim di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, Sabtu (25/5/2024). Foto: Hendrik Resi/Seputarpapua

MERAUKE, Seputapapua.com | Ulama kondang asal Yogyakarta, Miftah Maulana Habiburrahman atau yang dikenal dengan Gus Miftah, memberikan tausiyah atau ceramah rohani di hadapan kurang lebih 10 ribu umat muslim dalam Tablig Akbar yang digelar di lapangan Distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, Sabtu (25/5/2024).

Dalam momen Halal Bihalal yang diprakarsai oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke ini, Gus Miftah diundang khusus oleh Bupati Romanus Mbaraka untuk berceramah yang menanamkan rasa toleransi dan kerukunan umat beragama melalui siraman rohani itu.

Gus Miftah yang merupakan seorang mubaligh dan pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji Sleman, Yogyakarta itu, mengajak ribuan umat muslim yang hadir untuk merawat kerukunan beragama di Kabupaten Merauke yang terkenal kaya keberagaman suku, agama, ras dan golongan.

“Perbedaan suku dan agama, melahirkan adat dan budaya yang berbeda. Semakin banyak suku dan agama, semakin banyak pula perbedaan yang kita miliki. Hargailah masing-masing budaya dan agama itu. Nggak boleh kita mengatakan budaya dan agama kita lebih baik dari pada orang lain,” kata Gus Miftah.

“Pertahankanlah kearifan lokal dengan segala perbedaannya. Allah ciptakan Indonesia begitu indahnya, dengan berbagai perbedaan yang merupakan kekayaan bangsa kita,” sambungnya.

Ulama yang dikenal sebagai tokoh toleran dan moderasi ini mengingatkan seluruh umat di Merauke untuk berbangsa dan beragama yang membahagiakan hati dan menyenangkan, sesuai dengan hati nurani dan pilihan masing-masing individu.

“Soal agama, kita punya pilihan masing-masing. Kita beragama Islam, karena Islam datang dari Arab, seperti kata Bung Karno kita ambil agamanya tetapi bukan budayanya. Silakan beragama sesuai dengan pilihan hati nurani. Yang Islam silakan ke masjid dan yang nasrani silakan ke gereja, begitu pun agama yang lain,” katanya.

“Kamu boleh jadi orang Islam tetapi jangan jadi orang Arab. Kamu boleh jadi orang Katolik tetapi jangan jadi orang Italia. Kamu boleh jadi orang Hindu tetapi jangan jadi orang India. Karena kita dipersatukan dalam satu negara yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pesan Gus Miftah.

Dia menegaskan setiap umat beragama berhak memeluk dan melaksanakan ibadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing, tanpa gangguan dan intimidasi dari pemeluk agama lain yang berbeda.

“Kalau orang Islam merayakan Idul Fitri dengan nyaman, orang Kristen/Katolik pun berhak merayakan Natal dengan nyaman. Begitu pula Hindu dan Buddha. Ada masjid, saya dorong orang Islam untuk ke masjid, karena masjid adalah sarana yang baik untuk menjadi orang Islam yang baik”.

“Orang Kristen saya dorong untuk masuk gereja, karena gereja adalah sarana untuk menjadi orang Kristen yang baik. Kalau orang Kristennya baik, orang Islamnya aman. Kalau orang Islamnya baik orang Kristennya aman. Kalau orang Kristen, Islam, Hindu dan Buddhanya baik, maka Indonesia aman,” kata Gus Miftah disambut tepuk tangan meriah.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa potret Papua Selatan yang rukun dan damai dengan kekayaan alam dan beragam suku bangsa dan agama, menjadi gambaran perwujudan Bhinneka Tungga Ika dibawah bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Advertisements

“Saya pengen mendudukkan bagaimana kita bertoleransi dengan baik. Silaturahmi kita dengan Allah bentuknya dengan ibadah yang baik dan saling menghormati perbedaan. Yang Muslim ke masjid, yang Kristen ke gereja, Hindu ke pura dan Buddha ke wihara,” ujarnya.

“Hari ini saya akan beritakan bahwa Papua baik-baik saja. Bahwa orang Papua sangat menjunjung tinggi toleransi. Indonesia adalah rumah besar yang memiliki 6 kamar yakni kamar Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Kalau orang Indonesia kembali ke kamarnya masing-masing tidak akan terjadi masalah, yang masalah kalau kita kembali ke kamar orang lain,” sebutnya.

Ulama yang kerap dijuluki ustaz kaum marginal ini berpesan agar setiap pemeluk agama saling menghargai dan menghormati perbedaan agama dan keyakinan masing-masing, dan tidak saling menyalahkan agama lain.

Advertisements

“Meyakini agamanya benar adalah hukumnya wajib. Tapi bukan berarti diperbolehkan menyalahkan agama orang lain,” pesan Miftah Maulana Habiburrahman.

Sementara itu Bupati Merauke, Romanus Mbaraka dalam sambutannya menyampaikan harapan agar ceramah Gus Miftah dapat menambah wawasan keagamaan, menanamkan toleransi, memberikan motivasi dan meningkatkan semangat keimanan masyarakat.

“Orang Merauke sudah mengikat hati dengan motto Izakod Bekai-Izakod Kai (Satu Hati Satu Tujuan), orang Merauke bisa saling mengasihi dan menjaga atau merawat kerukunan di tengah keberagaman suku, agama, rasa dan golongan,” kata Romanus Mbaraka.

Advertisements

Dia mengaku menghadirkan da’i kondang tersebut merupakan bentuk menepati janjinya kepada masyarakat Distrik Kurik, yangmana mengaku rindu bertemu Gus Miftah, Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman.

Romanus Mbaraka juga menekankan pentingnya merawat persatuan dan menjalin kebersamaan di tengah perbedaan guna mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia di ujung timur Nusantara, Merauke, Papua Selatan.

“Kita hidup di bumi yang sama, namun takdir yang berbeda. Kita perlu bersyukur, dengan keberagaman akan lahirkan budaya yang berbeda-beda dan semakin memperkaya khazanah bangsa,” tandasnya.

penulis : Hendrik Resi
editor : Saldi Hermanto

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan