TIMIKA | Amnesty International Indonesia menyoroti pernyataan Kepala BNPT Irjen Boy Rafli Amar tentang kemungkinan mengklasifikasi “kelompok kriminal bersenjata” yang berafiliasi dengan Operasi Papua Merdeka (OPM) sebagai organisasi teroris.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, pelabelan tersebut tidak akan mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berkepanjangan terhadap orang Papua.
“Pelanggaran HAM banyak di antaranya diduga dilakukan oleh aparat keamanan negara. Untuk tindakan kriminal bersenjata yang dilakukan oleh aktor non-negara, sebaiknya tetap dengan pendekatan hukum,” katanya dalam siaran pers, Selasa (23/3/2021).
Pegiat HAM juga khawatir pemberian label ‘teroris’ akan dijadikan dalih untuk semakin membatasi kebebasan berekspresi dan berkumpul orang Papua melalui UU Terorisme, yang sebelumnya sudah dikritik oleh Amnesty International karena berpotensi melanggar HAM.
Amnesty mencatat, dalam tiga bulan pertama 2021 saja sudah ada setidaknya tiga kasus dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) oleh aparat keamanan, dengan total 5 korban.
“Pemerintah seharusnya fokus menginvestigasi kasus-kasus ini dan menghentikan pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran HAM lainnya di Papua dan Papua Barat,” kata Hamid.
Sebelumnya dalam rapat dengan Komisi III DPR RI pada 22 Maret, Kepala BNPT Irjen Boy Rafli Amar mengatakan bahwa BNPT sedang mempertimbangkan menyebut kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan OPM sebagai organisasi teroris.
Amnesty mendokumentasi sejak Februari 2018 sampai Maret 2021 terdapat setidaknya 49 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan dengan total 83 korban.
- Tag :
- Papua,
- Pelanggaran HAM,
- TPN-OPM,
- Usman Hamid
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis