Pertikaian di Nabire, GKI KINGMI Koordinator Puncak Selatan Serukan Perdamaian

Tokoh Gereja Kingmi di Kabupaten Mimika, Pdt. Deserius Adii. (Foto: Saldi/Seputarpapua)
Tokoh Gereja Kingmi di Kabupaten Mimika, Pdt. Deserius Adii. (Foto: Saldi/Seputarpapua)

TIMIKA | Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Gereja Kemah Injil (GKI) KINGMI Koordinator Puncak Selatan menyikapi pertikaian sesama orang asli Papua (OAP) di Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah beberapa hari lalu, yang kini menyisakan duka dan trauma di masyarakat khususnya orang asli Papua.

Ketua Keadilan dan Perdamaian Koordinator Amungsa GKI KINGMI di Tanah Papua, Pdt. Deserius Adii, S.Th, dalam keterangannya kepada seputarpapua.com, menyampaikan seruan berdasarkan Surat Seruan Gembala menyikapi perang suku di Tanah Papua.

Salah satu landasan seruan yang disebutkan adalah, Yesus Kristus melarang kita supaya jangan saling membunuh (Matius, 19:18). Karena dosa pembunuhan ini, Dia merelakan diri-Nya mati di kayu salib (1 Petrus, 2:24). Jika kita giat membunuh sesama kita, kita menghina kematian-Nya. Kita meremehkan kasih-Nya kepada kita. Jika kita tidak bertobat, maka Dia akan membunuh kita dalam lautan api yang kekal (2 Korintus, 5:10; Wahyu, 20:15).

Pembunuhan dan pertumpahan darah sesama manusia, kata Pdt. Deserius Adii dalam seruan, dilarang oleh Tuhan dalam Keluaran 20:13, sebab manusia adalah Bait Allah, maka Allah akan membinasakan orang yang membinasakan Bait Allah yaitu tubuh manusia (1 Korintus, 3:16).

“Maka kita sama-sama menolak segala bentuk kekerasan yang terjadi dalam suku-suku Papua, dalam bentuk apapun dan kepentingan apapun,” kata Pdt. Deserius dalam keterangannya yang diterima media ini, Sabtu (10/6/2023).

Karena itu, pihaknya menyerukan warga Papua yang terlibat dalam pertikaian, peperangan, harus berdamai dalam keadaan sadar. Tidak boleh lagi ada korban akibat pertikaian, apalagi pertikaiaan berkepanjangan hingga menelan korban jiwa bertambah.

“Seluruh pelosok tanah Papua baik yang di gunung-gunung, di lereng-lereng, di bukit-bukit, di lembah-lembah sampai pesisir pantai, tidak boleh lagi bertikai, peperangan dan pembunuhan dengan kepentingan apapun,” katanya.

Sesama orang Papua, ia mengingatkan bahwa sama-sama menolak pertikaian, peperangan dan pembunuhan sesama umat Tuhan yang diselesaikan dengan cara saling balas dan membalas.

“Satu korban di sini, di sana juga harus satu korban. Di sini lima korban, di sana juga lima korban. Konsep inilah puluhan sampai ratusan jiwa manusia Papua menjadi korban perang suku di Papua,” tegasnya.

Selain itu, ia mengatakan, orang Papua juga sama-sama menolak pembayaran kepala manusia yang jatuh korban akibat perang suku. Hal ini menurutnya menjadi bisnis dan memupuk pertikaian, peperangan, dan pembunuhan umat manusia diseluruh pelosok Papua.

“Bahwa kita juga sama-sama menolak orang yang dibunuh secara sadis itu, disiksa dua kali lipat. Setelah dibunuh tidak biasa di kuburkan ke tanah namun biasa dibakar dalam api, (itu) adalah ajaran tidak manusiawi, budaya yang menyiksa dua kali lipat, budaya seperti ini kita sama-sama menolak,” katanya.

Diketahui sebelumnya, pertikaian antar kelompok masyarakat asli Papua terjadi di Kampung Urumusu, Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire, pada Senin, 5 Juni 2023 yang menewaskan dua orang.

Advertisements

Pertikaian itu dipicu persoalan pencabutan plang tapal batas tanah adat di Kampung Topo. Hal itulah menimbulkan kemarahan masyarakat dari Suku Mee yang berujung pertikaian.

penulis : Saldi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan