TIMIKA | Ketua Komisi Informasi Provinsi Papua, Wilhelmus Pigai mengatakan, sudah 12 tahun kehadiran Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang membawa perubahan signifikan dalam lingkungan Badan Publik di Indonesia.
Di satu sisi, kata Wilhelmus, keterbukaan informasi melahirkan semangat baru pengelolaan Badan Publik, tapi di sisi lain, menyisihkan berbagai pekerjaan rumah besar yang membutuhkan penanganan bersama, salah satunya peningkatan partisipasi publik atau masyarakat.
“Implementasi Keterbukaan Informasi Publik, selain membutuhkan peran masyarakat, peran Badan Publik atau Penyelenggara Negara (pemerintah) menjadi penting, sesuai Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” kata Wilhelmus dalam rilisnya kepada media di Papua, Jumat (1/5).
Menurut Wilhelmus, sejak diberlakukannya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, penerapannya belum maksimal.
Pengelolaan Badan Publik atau Penyelenggara Negara (pemerintah) yang transparan dan akuntabilitas yang menjadi substansi dari UU Keterbukaan Informasi Publik masih jauh dari harapan.
“Kesadaran akan Keterbukaan Informasi Publik belum mendarah daging bagi pejabat publik yang mengelola Badan Publik. Sehingga Keterbukaan Informasi Publik belum berjalan maksimal,” jelasnya.

Inti dari Keterbukaan Informasi Publik, kata Wlhelmus, adalah sebuah upaya optimalisasi Badan Publik dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam menentukan segala bentuk kebijakan dan perencanaan pembangunan.
“Ini sesuai Pasal 28 F UUD RI Tahun 1945, yang berbunyi: setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” paparnya.
Tinggalkan Balasan