Oleh: Alex Runggeary
Hari Kamis Tanggal 17 Agustus 2023, kita merayakan Hari Kemerdekaan, kita bebas tak dikekang siapapun. “Merdeka !!!”. Kita salut atas keberhasilan pembangunan di Indonesia di bawah kepemimpinan Pak Jokowi. Kita patut bersyukur telah mencapai hasil-hasil itu. Walaupun ukuran keberhasilan itu umumnya disampaikan secara kualitatif
Berbicara kualitatif, pembangunan di Papua khususnya masih menyisakan berbagai pesimisme bagi mereka yang menuntut ukuran kuantitatif seperti saya, khususnya program pembangunan dengan Dana Otonomi Khusus (Otsus).
Secara kualitatif berbagai pihak dapat saja mengklaim bahwa pembangunan di Papua berhasil tanpa dapat menunjukan, apa, berapa, di mana, kapan, dari mana sampai ke mana keberhasilan itu telah dicapai.
Pelbagai upaya telah dilakukan pemerintah namun hasil yang diharapkan belum juga terwujud. Padahal sudah 20 tahun lebih kita melakukan pembangunan dengan dana Otsus yang triliunan itu. Lalu apa yang salah?.
Pak Jokowi punya konsen (concern) yang sama dengan mereka seperti saya yang terus bertanya, “Apa yang salah?” Pemerintah menerbitkan beberapa Perpres dengan harapan dapat memperbaiki keadaan.
Perpres No.121 Tahun 2022, 21 Oktober 2022 tentang pembentukan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang Ketuanya adalah Wakil Presiden, diharapkan dapat menjawab pertanyaan di atas, apa yang salah?
Secara organisasi ini menjawab salah satu aspek penting dalam hal otoritas mengendalikan pembangunan yang dinilai tak becus. Wakil Presiden sebagai Ketua bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Ini juga menunjukan kesungguhan Pak Jokowi ingin ada perbaikan kerja dari cara lama yang dinilai tak berhasil. Dengan upaya meningkatkan fungsi, koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi program pembangunan, masalah yang kita hadapi mendapatkan solusinya
Hanya saja diakui ataupun tidak, kita terjerat dengan Undang Undang No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus Papua. Dalam UU ini mengamanatkan kewenangan program pembangunan diserahkan dan dikelola di daerah.
Kalau sekarang ada BP3OKP yang jelas jelas ‘menarik kembali kewenangan daerah kembali ke pusat’ dalam satu dan lain bentuk. Timbul pertanyaan berikut, mengapa? Jawabannya seperti telah disinggung diatas adalah bentuk mencari jawaban terhadap pertanyaan “apa yang salah”
Maka terjadilah dualisme, (1) ‘power’ kembali ke tingkat organisasi teratas, dan (2) komando lapangan dalam hal ‘operasional pembangunan dan anggaran’ tetap dalam ‘genggaman’ daerah. Namanya juga otonomi khusus
Tugas yang rumit bagi presiden mendatang. Saya percaya selalu ada jalan keluar selama tidak ditumpangi pikiran sempit. Pak Jokowi telah membuktikan itu.
Anyway, ‘kekacauan’ yang terjadi sekarang itu akibat dari latar belakang Otsus yang menitikanberatkan pada faktor politik, bagaimana Papua tidak terlepas dari Indonesia. Ingat 100 utusan Papua yang menghadap Pak Habibi, presiden waktu itu? Mereka minta Papua Merdeka, yang akhirnya diberikan Otsus.
Di sisi lain kita diperhadapkan dengan nilai kemanusiaan, bagaimana membangun Rakyat Papua agar sejahtera. Sampai di sini seharusnya tidak ada masalah karena justru membangun Rakyat Papua yang sejahtera akan membantu dalam hal Ketahanan Nasional. Rakyat yang sejahtera akan berpikir dua kali untuk merdeka. Dan ingat pemberontakan rakyat, dalam sejarah dunia, dimulai dari bibit kemiskinan
Dirgahayu Republik Indonesia ke 78
Terima kasih Pak Jokowi
Penulis 20 Tahun bersama IJJDF
Proyek UNDP 1970 – 1997 di Papua untuk Pembangunan Ekonomi Pedesaan
Alumnus AIM, Manila 1990 dan ZOPP – Berlin Jerman 1991
—-
(Opini adalah pendapat atau gagasan penulis yang dikirim ke Redaksi Seputar Papua. Keseluruhan konten menjadi tanggungjawab penulis)
- Tag :
- Alex Runggeary,
- Opini
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis