Pendidikan Sebagai Praksis Pembebasan

Insert: Dewa Komang Tri Mahayana
Insert: Dewa Komang Tri Mahayana

OPINI

Oleh: Dewa Komang Tri Mahayana

Mencari model pendidikan dan pembelajaran di Indonesia rasanya selalu menjadi isu menarik yang diperbicangkan para pakar dengan melihat realita Indonesia sebagai sebuah Negara kepulauan dengan segala tantangannya, bahkan hingga ingin berkaca pada Negara lain yang sukses dengan model pendidikannya.

Tulisan ini mencoba untuk melihat pemikiran seorang filsuf asal Brasil yang lahir di sebuah kota bernama Refice Brasilia, dia adalah Paulo Freire yang merupakan seorang pedagog pendidikan. Seirama dengan dasar Negara Indonesia yang menjamin pendidikan dasar bagi setiap warganya, Paulo Freire sangat kuat dengan pemikirannya mengenai pembebasan pendidikan.

Pembebasan Pendidikan

Kehidupan masa kecil Paulo memberi pelajaraan berharga bagi Paulo. Pada Tahun 1929, kiris ekonomi melanda Brasil sehingga memengaruhi kehidupan ekonomi keluarga Paulo Freire. Situasi saat ini membuat Paulo Freire kecil saat usia sekolahnya sudah terbiasa dengan kondisi kelaparan dan kemiskinan.

Bangkit dari krisis, ekonomi keluarganya membaik sehingga Paulo berkesempatan masuk ke sebuah universitas lokal yaitu Universitas Refice pada tahun 1943 dan mengambil studi tentang Fenomenologi dan Psikologi Bahasa. Hal ini menolong karirnya sehingga pada tahun 1946, Paulo Freire bekerja sebagai kepala departemen pendidikan untuk pemberantasan buta huruf.

Dalam kehidupannya, Paulo Freire sangat dipengaruhi oleh teologi pembebasan yang saat itu sangat berkembang di Amerika Latin. Pembebasan buta huruf ini sangat menarik perhatian Paulo untuk pendidikan kepada masyarakat secara luas. Dapat dikatakan kegiatan pedagoy of the oppressed yang dilakukan oleh Paulo Freire berfokus kepada pemberantasan buta huruf.

Pemberantasan buta huruf dilakukan Paulo sangat unik sebab instrument yang digunakan untuk masyarakat marginal yaitu memunculkan kesadaran politis yang secara luas di dalam kehidupan masyarakat. Paulo Freire mulai terkenal seperti orang cendekiawan lain yang memberi perhatian terhadap isu sosial dalam sebuah negara dan ia pun bekerja di Brasilia untuk memberi perhatian kepada kaum marginal.

Titik tolak dari pemikiran Paulo Freire lahir dari pergumulan di dalam dirinya selama beberapa tahun akan keadaan lingkungan sosial yang dialami di tengah-tengah masyarakat miskin dan tidak berpendidikan. Kehidupan masyarakat yang feodal (hirarkis) merupakan sistem yang terjadi di tengah kehidupan Paulo. Dalam sistem ini terjadi sebuah perbedaan kelas antara satu golongan dengan golongan yang lain.

Salah satu golongan yang disebut golongan atas menjadi sebuah golongan penindas golongan masyarakat bawah yang miskin melaui sebuah kekuasaan dan kekayaan. Dalam sistem ini terjadi sebuah kebudayaan bisu dimana golongan bawah yang tertindas hanya menerima perlakuan penindasan dan tidak adanya kesadaran yang muncul dari kaum tertindas akan keadaan yang dialami saat itu, sehingga tercipta sebuah sistem atau bentuk dehumanisasi yaitu tindakan menyangkal kemanusiaan/penghilangan harkat martabat manusia lainnya dan tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Alhasil, pendidikan bukan pilihan bagi kaum tertindas.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *